Kamis, 03 Maret 2011

"Asosiasi Klan Batak Toba"


Penulis telah  membaca mengenai kelompok keturunan pada buku antropologi, dimana salah satu bentuk kelompok keturunan itu adalah Klan. Klan didefinisikan sebagai kelompok keturunan non-badan hokum, dimana setiap anggotanya menganggap diri sebagai keturunan dari leluhur yang sama (yang boleh jadi ada sungguh-sungguh atau hanya fiktif), tetapi tidak dapat menelusuri garis genealogis yang sebenarnya sampai kembali kepada leluhur mereka.
Menurut hemat penulis, hal ini disebabkan karena besarnya kedalaman genealogis klan, yang pendirinya hidup pada zaman yang begitu kuno, sehingga hubungan dengan leluhur itu lebih banyak didasarkan atas anggapan dari pada diketahui sungguh-sungguh secara rinci.
Klan memegang fungsi pemersatu yang penting. Klan dapat mengatur perkawinan melalui lembaga eksogami. Karena para anggotanya terpencar, klan memberi kebebasan kepada anggota-anggotanya untuk menjadi anggota kelompok local yang bukan kelompok mereka sendiri.
Orang biasanya diharapkan akan memberi perlindungan dan penginapan kepada sesama anggota klan. Dengan demikian, hal ini dapat diharapkan dari setiap kelompok local yang para anggotanya ada yang dari kleanya sendiri.
Selanjutnya, penulis lebih memfokuskan pembahasan yang diberikan oleh dosennya, yaitu mengenai asosiasi klan dalam suku bangsa penulis, dalam hal ini, penulis adalah suku bangsa batak toba dengan marga samosir. Dengan demikian, asosiasi klan pada tulisan ini pun ikut mengaitkan asosiasi klan samosir sebagai bahan pembahasan akan tetapi penulis mengalami kesulitan mencari asosiasi klan marga samosir, penulis hanya mendapat bahan referensi asosiasi klan dari marga panjaitan.
Pembahasan ini dimulai dengan pengertian asosiasi klan itu sendiri. Asosiasi klan yaitu semacam perkumpulan orang-orang yang bermarga sama.dalam tradisi suku batak, memang tidak identik dengan marga dalam pengertiannya yang asli. Tetapi menurut Sitor Situmorang, asosiasi tersebut berasal dari tradisi bermarga dikampung halamannya. Asosiasi semacam itu tentu saja menyesuaikan diri dengan perkembangan modern dalam gaya fisiknya tetapi tetap menjadi tempat berpaling, baik secara ekonomis sebagai teknik kelangsungan hidup, maupun secara psikologis dan sosial sebagai tempat menampung dan menjaga dan menjaga identitas, dan tidak ekslusif dalam arti buruk.
Menurut penulis latar belakang sejarah asosisi klan diberbagai daerah, tidak hanya untuk suku bangsa batak adalah sebagai akibat dari migrasi penduduk dari desa kekota-kota besar.
Dapat dikatakan pula bahwa Marga adalah pemersatu dalam asosiasi klan dalam klan batak toba itu sendiri. Dalam bahasa batak Punguan marga adalah sebutan untuk asosiasi klan itu sendiri. Sebagai contoh dari asosiasi klan batak toba yang ada didaerah-daerah adalah Punguan Marga Panjaitan.
Marga itu sendiri memiliki makna yang kuat, bukan hanya sekadar suatu organisasi orang seketurunan (patrilineal), genealogis tapi terdiri dari berbagai komponen.
Fungsi asosiasi klan dibeberapa tempat hampir sama. Kegiatan sosial merupakan kegiatan utama mereka. Contoh nyata dalam punguan marga yang penulis ketahui adalah punguan itu selalu mengutamakan aksi gotong royong. Dalam hal ini, untuk membentuk suatu kegotongroyongan dalam kegiatan klan tersebut dibentuklah pengurus-pengurusnya, dan anggota yang terlibat didalamnya.
Dari segi kegiatan ekonominya, asosiasi ini sangat membantu anggotanya. Tentu saja bantuan dari asosiasi ini terbatas dengan situasi dan kondisi yang ada pada asosiasi tersebut. Asosiasi klen yang sesungguhnya ditujukan utamanya untuk mempertahankan dan memperkuat diri dalam menghadapi kelompok etnis lainnya. Dimana bila kita menjadi seorang perantau pasti kita akan menempati daerah yang baru dan berbeda dan juga banyak memiliki kelompok-kelompok etnis lainnya. Maka dari itulah asosiasi klan atau punguan marga itu diciptakan agar setiap anggota dari klen itu sendiri tidak kehilangan identitasnya dalam suku bangsanya.
Pusat pergaulan bagi orang-orang yang berada dalam klan yang sama merupakan salah satu darin fungsi asosiasi klan tersebut. Lewat asosiasi klan hubungan adat para anggota dengan anggota dari klan lain dan dengan daerah asalnya tetap terselenggara, hal ini harus tetap terjaga sebagai lambang kesatuan (genealogis) sebagai suku bangsa yang utuh.
Asosiasi klan atau punguan marga terlepas dari hal agama, karena secara nyata punguan marga itu tidak terikat dengan agama, terutama umumnya agama Kristen, tapi dengan adat bataknya.
Kita akui memang mayoritas asosiasi klan tersebut adalah beragama Kristen. Dapat kita lihat setiap upacara adatnya, pembukaan dan penutupan acara selalu diawali dan diakhiri dengan doa cara Kristen. Tapi hal ini tak sepenuhnya mengikat para anggotanya dalam artian bagi mereka yang bukan beragama Kristen.
Selanjutnya sebagai hasil pengamatan saya, pada umumnya berbagai asosiasi klan atau punguan marga diberbagai daerah khususnya pada suku bangsa batak tidak ada yang melakukan kegiatan politik, apalagi kegiatan dagang, sifat ini sangat tidak cocok dengan tujuan awal diadakannya punguan tersebut.
Maka dari itu kita sebagai anggota klan harus memperhatikan struktur organisasinya, anggaran dasarnya, serta hak dan kewajiban para anggotanya dan juga yang terpenting status dan mekanisme kepengurusannya yang semuanya harus tunduk pada kriteria adat, selalu bermusyawarah terbuka, termasuk urusan administrative semua harus terbuka bagi para anggotanya.
Berikut ini penulis berikan sebuah contoh asosiasi klan dalam kekerabatan masyarakat batak toba. Punguan marga yang penulis contohkan disini adalah sebuah organisasi marga panjaitan seperti yang penulis sebutkan pada pembahasan diatas. Persatuan Pomparan Raja Pangamal Panjaitan (PPRPP) Anak, Boru, Bere / Ibebere adalah asosiasi yang menjadi tempat perkumpulan anggota klan dari marga panjaitan. Punguan ini tentu saja berisikan tujuan dan kegiatan para anggotanya seperti yang telah penulis ulas ditulisan diatas. Struktur organisasi, anggaran dasar, mekanisme kepengurusan serta keanggotaan penulis cantumkan ditulisan ini agar dapat kita bayangkan keberadaan dan kinerja dari punguan ini.

PERSATUAN POMPARAN RAJA PANGAMAL PANJAITAN (PPRPP)
ANAK, BORU, BERE / IBEBERE

Nama
Organisasi ini bernama Persatuan Pomparan Raja Pangamal Panjaitan yang disingkat dengan PPRPP.
Kedudukan
Organisasi Persatuan Pomparan Raja Pangamal Panjaitan (PPRPP) berkedudukan di Maranti-timur sekitarnya Kec. Pintu Pohan Maranti Kab. Toba Samosir.
Bidang
Organisasi Persatuan Pomparan Raja Pangamal Panjaitan (PPRPP) ini bergerak dibidang sosial, moral, dan material disesama anggota dan juga tidak mengandung unsure-unsur politik.
Azas
Organisasi Persatuan Pomparan Raja Pangamal Panjaitan (PPRPP) berazaskan adat Dalihan Natolu yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tujuan, Usaha dan Sifat
Tujuan organisasi ini ialah untuk membina dan melestarikan kebudayaan dikalangan generasi muda dan kepada masyarakat yang bermarga Panjaitan Anak, Boru, Bere / Ibebere sebagai tanggung jawab yang dititipkan oleh leluhur.
Usaha
Usaha-usah dalam Organisasi Persatuan Pomparan Raja Pangamal Panjaitan (PPRPP) ini adalah :
1.      Mengebangkan potensi kreativitas masyarakat dibidang sosial dan budaya
2.      Berperan aktif dalam dunia kemasyarakatan dalam menopang pembangunan nasional
3.      Usaha-usaha lain yang sesuai dengan azas organisasi serta berguna untuk mencapai tujuan organisasi

Sifat organisasi ini adalah independen dean tidak berbaur unsur politik

Status, Fungsi dan Peran
Status organisasi ini adalah organisasi kemasyarakatan marga Panjaitan anak, boru, bere / ibebere
Fungsi organisasi adalah untuk menanggapi dan memberi sebuah peran yang berbentuk sosial sesuai dengan peraturan dan tuntutan adat yang ada dalam organisasi PPRPP
Peran organisasi Pomparan Raja Pangamal Raja Pangamal Panjaitan  adalah sebagai organisa kemasyarakatan yang berbentuk sosial di Desa Maranti-Timur Kec. Pintu POhan Meranti Kab. Toba Samosir
Keanggotaan
Keanggotaan dalam Organisasi Persatuan Pomparan Raja Pangamal Panjaitan (PPRPP) adalah seluruh marga panjaitan tanpa terkecuali anak, boru, bere/ibere di Desa Maranti-Timur di Kec. Pintu Pohan Meranti Kab. Toba Samosir
Anggota PPRPP adalah anggota yang resmi diterima dalam organisasi PPRPP
Mereka yang sudah terdaftar di PPRPP
Mereka yang mematuhi dan mengakui anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PPRPP


Struktur Organisasi
SUSUNAN KEPENGURUSAN
(STRUKTUR ORGANISASI)
PERSATUAN POMPARAN RAJA PANGAMAL PANJAITAN
PERIODE 2008-2009

PENASEHAT I          : OP. DESPI PANJAITAN
PENASEHAT II        : OP. GEMA PANJAITAN
PENASEHAT III       : A. LISNOR PANJAITAN

KETUA                      : A. HENRI PANJAITAN
W. KETUA                 : A. ASPINER PANJAITAN
SEKRETARIS I         : A. MANAMPIN PANJAITAN
SEKRETARIS II       : A. JUNI PANJAITAN
BENDAHARA I        : A. SENOR SIAGIAN
BENDAHARA II      : OP. MANNER MARPAUNG

SEKSI-SEKSI
SEKSI I                      : A. MANNER MARPAUNG
SEKSI II                     : A. RIKSON PANJAITAN
SEKSI III                   : INATTA SIRENI M BR. SIAGIAN
SEKSI IV                   : A. IRMA SIAGIAN

NAMA-NAMA ANGGOTA PPRPP
1.      OP. DESPI PANJAITAN
2.      OP. GEMA PANJAITAN
3.      A. LISNOR PANJAITAN
4.      A. JUNI PANJAITAN
5.      A. MERLI PANJAITAN
6.      A. IRMA PANJAITAN
7.      A. TETTI
8.      LUHUT SIREGAR
9.      A. MADI SIAGIAN
10.   A. ROMA PANJAITAN
Dan seterusnya

Hubungan Dengan Organisasi lain

PPRPP bertindak dan mengadakan serta memelihara hubungan baik dengan organisasi yang lain serta mewakili PPRPP dalam setiap kegiatan yang disebut oleh organisasi lain yang tidak bertentangan dengan peraturan organisasi PPRPP.

Hak Anggota

Hak anggota PPRPP memiliki hak sebagai berikut :

1.      Mengikuti segala kegiatan yang dilaksanakan oleh PPRPP
2.      Memilih dan dipilih menjadi pengurus PPRPP
3.      Turut serta dan memberikan suara dalam rapat anggota PPRPP
4.      Seluruh PPRPP Pomparan Raja Pangamal Panjaitan turut berbicara dan mengeluarkan pendapat dalam setiap forum dan kegiatan PPRPP
5.      Anggota PPRPP berhak membuat musyawarah untuk mempertanggungjawabkan segala kegiatan yang dilaksanakan oleh PPRPP



Kewajiban anggota

1.                  Anggota PPRPP berkewajiban memahami dan menaati dan menjalankan AD/ART dan mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam PPRPP sesuai dengan kesepakatan didalam kegiatan pesta yang berlangsung ditengah-tengah anggota itu sendiri
2.                  Pesta Pakkaruanon Parumaen dikumpulkan 4 tkr beras dari setiap anggota PPRPP
3.                  Pesta mangadati/Pangindahanion/Pasahat batu ni sulang dikumpulkan beras 6 tkr setiap anggota PPRPP
4.                  Anak ranto pasahat adat dihuta guguan dijalankan
5.                  Jika ada anak dari anggota PPRPP mengadakan pesta ada di tempat hula-hula maka guguan tetap ada, tetapi jika anak tidak berjalan guguan dari PPRPP
6.                  Adat Pakkaroanon / dikumpukan (punguan) PPRPP manggarar adat anggina, tetapi abangnya yang menjadi situa-tua keluarga maka guguan dari anggota PPRPP berjalan, kecuali anak dari Bapa Uda, Bapa Tua dan Tubuni Dongan Tubu
7.                  Jika menerima adat iboto, tetapi ibotonya menjadi sita-tua ni keluarga guguan berjalan sebanyak 6 tkr beras.
8.                  Jika bere mangoli tetapi si perempuan tidak memiliki marga tetapi dijadikan marga dari tulang tidak diwariskan ke bius dan dongan tubuh untuk mensahkan marga tersebut tidak berjalan guguan. Tetapi jika disahkan oleh raja bius dan dongan tubu menjadi salah sate marga dari tulang sesuai dengan marga yang berlaku maka guguan berjalan dari PPRPP
9.                  Jika adat pasahat Sulang-Sulang Harapan orang tua berjalan guguan 6 takar
10.              Adat kalau menyampaikan saripe tidak berjalan PPRPP
11.              Adat songgot ni roha, contoh hagoran bagas berjalan 4 takar beras
12.              Jika kemalangan guguan berjalan 3 takar beras dari anggota PPRPP
13.              Bila ada anggota baru yang tambah sebatas waktu 1 bulan peresmian PPRPP ini, maka anggota tersebut wajib membayar :
a.                   Uang pangkal Rp.10.000,-
b.                  Guguan yang sudah berjalan di antara anggota
                        Dan seterusnya.

Tugas dan Fungsi Seksi-Seksi

Organisasi ini mempunyai seksi-seksi yang bertujuan untuk membantu pelaksanaan tugas pengurus dalam bentuk hal administrative atau guguan setiap anggota yang terdaftar baik uang pangkal ataupun tagihan setiap adanya kegiatan pesta yang berhubungan dengan aturan dan peraturan yang disepakati bersama oleh anggota organisasi PPRPP

Anggaran Rumah Tangga

Anggaran rumah tangga ini disusun berdasarkan kekuasaan yang ada pada musyawarah anggota dan berazaskan pada adatdalihan na tolu yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945

Kepemimpinan

Kepemimpinan organisasi Persatuan Pomparan Raja Pangamal Panjaitan (PPRPP) dipegang oleh ketua dan seluruh pengurus yang terkait

Majelis Konsultasi

Majelis konsultasi dipegang penuh oleh dewan penasihat organisasi sesuai dengan rapat anggota




Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran

Perubahan anggaran dasar dan pembubaran organisasi hanya dapat dilakukan melalui musyawarah besar anggota PPRPP

AturanTambahan

Hal-hal yang belum diatur dalam anggaran dasar dapat dibuat dalam peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan tersendiri yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar PPRPP

Pengesahan

Pengesahan anggsaran dasar PPRPP ditetapkan pada musyawarah besar anggota pada tanggal../..2008








                                                                                                                                                                                            





Demikianlah salah satu contoh dari asosiasi klan yang terbentuk ditengah-tengah masyarakat Batak Toba. Memang semua fungsi dan tujuan maupun struktur organisasi ini mendarah daging bagi setiap anggotanya agar tetap menjunjung tinggi keberadaan adat dalam hubungan antar anggota klan didalamnya berdasarkan adat Dalihan Na Tolu yang merupakan prinsip adat mereka.
Penulis berpendapat, sungguh sangat relevan jika asosiasi klan semacam ini tetap dipertahankan atau bahkan dikembangkan karena dewasa ini masyarakat dihadapkan pada kemajemukan budaya terutama pada daerah perkotaan dimana perantau dari daerah Batak Toba menyebar luas. Yang tenru saja keadaan seperti itu membuat kita mudah terpengaruh budaya lain sehingga budaya dan identitas suku bangsa kita pun surut, ini sungguh harus dihindari dan cara menghindarinya salah satunya adalah melalui asosiasi dan punguan-punguan marga inilah bagi masyarakat Batak Toba dapat menjaga keutuhan marga yang ada pada diri masing-masing.  















PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEBUDAYAAN DEWASA INI


Masyarakat Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini.
Penerapan teknologi maju
Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional selama 32 tahun yang lalu telah menuntut pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan keahlian tenagakerja dengn sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive capital investment); Modal yang besar itu harus dikelola secara professional (management) agar dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin; Karena itu juga memerlukan tenagakerja yang berketrampilan dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan (achievement orientation).
Tanpa disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan tatanan sosial di segenap sector kehidupan yang pada gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka yang mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial yang pada gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konflik sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.
Keterbatasan lingkungan (environment scarcity)
Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin berat yang mahal harganya dan beaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan dhutan secara besar-besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar. Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan pada lingkungan yang pada gilirannya mengancam kehidupan penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan mengembangkan kehidupan di lingkungan yang di explotasi secara besar-besaran.
Di samping itu penerapan teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan geografik, sosial dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern, kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.
Ketimpangan sosial-budaya antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga menjadi salah satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus nmampu memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk seolah-olahkehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan pendudduk sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial seperti kasus lumpur panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak.
Kelumpuhan sosial itu telah menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian yang disertai kekerasan ataupun amuk.
PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN
Sejumlah peraturan dan perundang-undangan diterbitkan pemerintah untuk melindungi hak dan kewajiban segenap warganegara, seperti UU Perkawinan monogamous, pengakuan HAM dan pengakuan kesetaraan gender serta pengukuhan “personal, individual ownership” atas kekayaan keluarga mulai berlaku dan mempengaruhi sikap mental penduduk dengan segala akibatnya.
PENDIDIKAN
Kekuatan perubahan yang sangat kuat, akan tetapi tidak disadari oleh kebanyakan orang adalah pendidikan. Walaupun pendidikan di manapun merupakan lembaga ssosial yang terutama berfungsi untuk mempersiapkan anggotanya menjadi warga yang trampil dan bertanggung jawab dengan penanaman dan pengukuhan norma sosial dan nilai-nilai budaya yang berlaku, namun akibat sampingannya adalah membuka cakrawala dan keinginan tahu peserta didik. Oleh karena itulah pendidikan dapat menjadi kekuatan perubahan sosial yang amat besar karena menumbuhkan kreativitas peserta didik untuk mengembangkan pembaharuan (innovation).
Di samping kreativitas inovatif yang membekali peserta didik, keberhasilan pendidikan menghantar seseorang untuk meniti jenjang kerja membuka peluang bagi mobilitas sosial yang bersangkutan. Pada gilirannya mobilitas sosial untuk mempengaruhi pola-pola interaksi sosial atau struktur sosial yang berlaku. Prinsip senioritas tidak terbatas pada usia, melainkan juga senioritas pendidikan dan jabatan yang diberlakukan dalam menata hubungan sosial dalam masyarakat.
Dengan demikian pendidikan sekolah sebagai unsur kekuatan perubahan yang diperkenalkan dari luar, pada gilirannya menjadi kekuatan perubahan dari dalam masyarakat yang amat potensial. Bahkan dalam masyarakat majemuk Indonesia dengan multi kulturnya, pendidikan mempunyai fungsi ganda sebagai sarana integrasi bangsa yang menanamkan saling pengertian dan penghormatan terhadap sesama warganegara tanpa membedakan asal-usul dan latar belakang sosial-budaya, kesukubangsaan, keagamaan, kedaerahan dan rasial. Pendidikan sekolah juga dapat berfungsi sebagai peredam potensi konflik dalam masyarakat majemuk dengan multi kulurnya, apabila diselenggarakan dengan benar dan secara berkesinambungan.
Di samping pendidikan, penegakan hukum diperlukan untuk menjain keadilan sosial dan demokratisasi kehidupan berbangsa dalam era reformasi yang memicu perlembangan sosial-budaya dewasa ini. Kebanyakan orang tidak menyadari dampak sosial reformasi, walaupun mereka dengan lantangnya menuntut penataan kembali kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sesungguhnya reformasi mengandung muatan perubahan sosial-budaya yang harus diantisipasi dengan kesiapan masyarakat untuk menerima pembaharuan yang seringkali menimbulkan ketidak pastian dalam prosesnya.
Tanpa penegakan hukum secara transparan dan akuntabel, perkembangan sosial-budaya di Indonesia akan menghasilkan bencana sosial yang lebih parah, karena hilangnya kepercayaan masyarakat akan mendorong mereka untuk bertindak sendiri sebagaimana nampak gejala awalnya dewasa ini. Lebih berbahayalagi kalau gerakan sosial itu diwarnai kepercayaan keagamaan, seperti penatian datangnya ratu adil dan gerakan pensucian (purification) yang mengharamkan segala pembaharuan yang dianggap sebagai “biang” kekacauan.